Kematian Miftahul Jannah, gadis 15 tahun yang diperkosa dan dibunuh pamannya sendiri di Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, menyisakan duka lara mendalam bagi orang-orang yang menyayanginya.
Salah satunya adalah Lena Sari Laila (14). Hingga Mifta–sapaan akrab Miftahul Jannah–dimakamkan, Lena masih terngiang-ngiang saat-saat terakhir kebersamaannya dengan sahabat sejatinya itu.
“Kami dari pagi sampai jam setengah 4 sore sama-sama. Ya, belajar daring ngerjain tugas karena mau mid semester, terus selesai itu sempat main tiktok,” ungkapnya di rumah duka di Jalan Tanjung Selamat Gang Karo-Karo, Desa Tanjung Selamat, Deliserdang, Jumat (16/10/2020)
Lena bilang, dirinya menemani Mifta karena tidak ada teman di rumah, lantaran saat itu ibunya sedang pergi bekerja.
“Ayahnya sudah gak ada, sudah meninggal. Kasihan dia enggak ada kawannya,” katanya.
Lena sendiri tidak merasakan firasat buruk apapun sebelum akhirnya ia pulang ke rumah.
“Saya merasa enggak ada masalah, di situ kami masih bercanda dan ketawa-ketawa bareng. Dia juga bilang enggak ada masalah,” ujarnya.
Dalam koleksi fotonya yang diunggah di Facebook, Mifta terlihat beberapa kali mengenakan jilbab. Wajahnya terlihat sendu meski ia berusaha tersenyum ke arah kamera.
Diberitakan sebelumnya, Miftahul Jannah diperkosa dan dibunuh oleh pamannya sendiri, Supriono (43 tahun), pada Rabu 14 Oktober 2020 sekitar pukul 04.00 WIB.
Awalnya, paman biadabnya itu datang ke rumah Erlina (41) yang merupakan ibu kandung Mifta untuk meminjam uang. Erlina kemudian memberikan uang Rp200 ribu kepada Supriono.
Keesokan harinya, Erlina berangkat kerja dan meninggalkan Mifta seorang diri di rumah.
“Saat itulah tersangka kembali mendatangi rumah kakaknya dan bertemu korban,” Kapolrestabes Medan Kombes Pol Riko Sunarko
Supriono memaksa Mifta menunjukkan tempat ibunya menyimpan uang, namun gadis kelas I SMK itu tidak mau memberi tahu.
Karena tak mau memberi tahu, paman biadabnya itu lantas membekap mulutnya hingga pingsan.
Setelah pingsan, Mifta kemudian diikat dan mulutnya dibekap dengan tali. Lalu, di situlah Supriono memperkosa keponakannya itu sampai puas.
Saat terbangun, Mifta mencoba berteriak, namun kembali dia dibekap. Kali ini menggunakan bantal dan guling. Tak cukup sampai di situ, Mifta dicekik sampai meninggal dunia.
Setelah membunuh keponakannya, Supriono lantas mengambil barang-barang milik Mifta berupa sebuah laptop dan tiga ponsel.
Laptop dan ponsel curiannya itu kemudian ia jual kepada dua orang penadah yang kemudian ikut ditangkap polisi.
Pukul 9 malam, ibunda Mifta pulang ke rumah, dan mendapati putrinya telah tak bernyawa, dengan kondisi tangan terikat dan celana terbalik.
Sang ibu kemudian segera melapor ke polisi. Dua jam kemudian, Supriono ditangkap dari tempat persembunyiannya di sebuah rumah kosong yang berada di Pasar III, Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang.
Saat diamankan, Supriono berteriak bahwa dia telah membunuh orang. Warga sekitar yang jengkel langsung memukulinya sampai babak belur.
“Karena perbuatannya tersangka dipersangkakan dengan Pasal 339 Subs 338 Subs 365 Ayat 1 KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” tukas Riko.