Bisnis Sepatu Kulit Ceker Ayam, Pria Bandung Raup Ratusan Juta Tiap Bulan

Dion XT

Kota Bandung memang sangat dikenal dengan produk fesyennya, seperti sepatu kulit ceker ayam yang baru pertama ada di dunia, diproduksi di Kota Bandung.

Adalah, Nurman Farieka Rhamdani pemuda kelahiran 1995 itu berhasil menjadi wirausahawan muda dengan produk sepatu kulit ceker ayamnya yang sudah diekspor ke banyak negara.

Tak tanggung-tanggung, omzet sepatu yang memiliki bahan utama kulit ceker ayam ini menghasilkan ratusan juta setiap bulannya

“Hirka sepatu kulit ceker ayam pertama di dunia,” kata Nurman saat dijumpai detikcom di UMKM Recovery Center yang ada di Jalan Mustang, Sukajadi, Kota Bandung, Kamis (12/11/2020).

Nurman mengungkapkan, ide membuat sepatu dari bahan kulit ceker ayam ini terinspirasi dari jurnal ilmiah milik ayahnya yang meneliti soal penyemakan kulit.

“Ide awal pertama pada tahun 2015 saya secara tidak sengaja membuka jurnal ilmiah milik ayah yang membahas tentang teknik penyemakan kulit ceker ayam, sebetulnya tidak hanya kulit ceker ayam tapi ada berbagai macam jenis kulit termasuk ceker ayam, dari mulai ikan pari, kulit kaki bebek, ikan tuna danlainnya,” ungkapnya.

Setelah melihat jurnal tersebut, akhinya Nurman kepincut untuk membuat produk fesyen yang memiliki nilai jual tinggi hanya berbahan baku dari kulit ceker ayam.

“Akhirnya saya tertarik sama kulit ceker ayam dan kenapa saya tertarik sama kulit ceker ayam, itu mempunyai value lain pengganti dari kulit eksotis lainnya seperti ular dan buaya, maka dari itu kampanye yang kita punya kita ingin menggantikan kulit eksotis lainnya ular dan buaya menggunakan kulit ceker ayam,” jelasnya.

Selain itu, kulit ceker ayam sendiri mudah dicari dan dijumpai sebagai bahan baku sepatu yang dibuatnya.

“Kalau untuk ceker ayam sendiri sebetulnya semua ceker ayam bisa kita olah, akan tetapi untuk mengoptimalkan dan mengefesiensikan harus memilih ceker ayam yang diameternya cukup besar karena untuk penyusunannya dan penempelan pada material lainnya agar tidak terlalu rumit,” ucapnya.

Dalam produksinya, Nurman bisa memproduksi sepatu full kulit ceker ayam dan semi kulit ceker ayam yang dipadukan dengan kulit sapi atau kulit domba. Karena kulit yang digunakan dalam satu ceker ayam cukup sedikit, untuk satu sepatu dibutuhkan banyak ceker ayam untuk diambil kulitnya.

“Kalau untuk full dari mulai 40-80 ceker ayam, tergantung model dan ukuran. Untuk yang campuran dari 15-18 ceker ayam, dicampur dengan kulit sapi. Kita juga mencoba pakai kulit-kulit yang sudah diproduksi,” tuturnya.

Sepatu kulit ceker ayam ini sendiri memiliki seni yang cukup tinggi, dari mulai bentuk dan gradasi warna cukup fesyenable. Sehingga, harganya pun cukup mahal.

“Untuk harga dari Rp 490 ribu hingga Rp 2,5 juta, Rp 6 juta ada, tapi kalau tetap dari Rp 490 ribu hingga Rp 2,5 juta,” ujarnya.

Meski harganya cukup mahal, sepatu berbahan baku kulit ceker ayam ini diminati warga dunia.

“Untuk pelanggan kita sudah internasional, Malaysia, Singapura, Jepang, Vietnam, Turki dan beberapa negara lain, Berazil dan Prancis,” katanya.

Tidak mudah untuk menghasilkan produk sepatu yang memiliki daya jual tinggi, Nurman harus melakukan riset dua tahun lamanya.

“Kita mulai tahun 2015, riset membutuhkan dua tahun, pada tahun pertama kita riset soal material, kita uji fleksibelity dan gradasi warna bagaimana supaya teksturnya menyerupai kulit ular,” paparnya.

“Masuk ke 2017 kita masuk produk, akhirnya kita pilih sepatu karena sepatu paling susah menurut kita di bidang fashion,” tambahnya.

Selain itu, Nurman juga menyebut jika orang awam melihat sepatu ini akan menyebut sepatu tersebut berbahan baku dari kulit ular dan buaya. Namun siapa sangka, sepatu yang dibuatnya dari ceker ayam dan itu membuat minat para pembeli.

“Orang awam bilang, kalau enggak kulit ular bilang kulit buaya,” katanya.

Laris di Masa Pandemi COVID-19

Owner Hirka Sepatu Kulit Ceker Ayam Nurman Farieka Rhamdani menyebut, selepas PSBB berakhir di Kota Bandung dan masuk pada masa AKB usaha sepatunya mulai merangkak kembali.

Pria yang hanya lulusan SMA 17 Kota Bandung ini menyebut, omzet penjualan sepatu ini mencapai ratusan juta.

“Sudah mulai normal penjualan, udah mulai membaik. Omzet Rp 80-100 juta, terakhir kita sampai Rp 200 juta, itu paling terbaik,” ujarnya.

Nurman juga mengatakan, sebelum pandemi COVID-19 dirinya yang hanya menjual sepatu tersebut via online sudah mendapatkan banyak pesanan dari luar negeri. Namun, karena pandemi COVID-19, jadi menghambat penjualan.

“Untuk proses pemasaran sebelum COVID-19 kita sudah ada permintaan dari US, UK dan Jepang untuk penjualan yang cukup banyak. Cuman karena problem saat ini adalah COVID-19 semua terhambat,” pungkasnya.

Wajib Dibaca Juga

Bagikan:

Tinggalkan komentar